Management Style Diagnostic Test (MSDT) adalah salah satu tes psikologi yang didasarkan pada Teori J.W. Reddin (1970) tentang 3D theory of managerial effectiveness atau tiga dimensi gaya manajemen yang efektif. Dasar dari Teori Reddin ini mengacu kepada situational leadership theory dari Hersey & Blanchard (1969).
Menurut
Hersey & Blanchard, kepemimpinan model ini memiliki ciri dan orientasi
sifat yang berbeda, yaitu: task oriented atau orientasi pada tugas dan people
oriented atau orientasi pada hubungan. Untuk itu, kedua hubungan tersebut
selanjutnya diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu:
- Orientasi tinggi pada hubungan dan tugas yang diistilahkan sebagai integrated type.
- Orientasi tinggi pada hubungan dan rendah pada tugas yang diistilahkan sebagai related type.
- Orientasi rendah pada
hubungan dan tinggi pada tugas yang diistilahkan sebagai dedicated type.
- Keduanya rendah yang diistilahkan sebagai separated type.
Lebih
lanjut Reddin menjabarkan bahwa gaya manajemen seseorang secara spesifik dikelompokkan
menjadi 8 kategori, yaitu:
- Deserter
- Missionary
- Autocratic
- Compromiser
- Biureaucratic
- Developer
- Benevolent Autocratic
- Executive
Dari grafik diatas, kemudian Reddin membagi efektivitas kepemimpinan ini berdasarkan klasifikasi berikut, yaitu:
Kurang Efektif |
Tipe Dasar |
Lebih Efektif |
Deserter |
Separated |
Bureaucratic |
Missionary |
Related |
Developer |
Autocratic |
Dedicated |
Benevolent Autocratic |
Compromiser |
Integrated |
Executive |
Adapun penjelasan/uraian mengenai 8 kategori gaya manejemen
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Deserter
Pendekatan
gaya manajemen tipe ini adalah suka mengabaikan masalah, suka cuci tangan, dan tidak
mau bertanggung jawab atau istilahnya laisser-faire. Orang dengan gaya seperti
ini suka mengabaikan keterlibatannya dalam berbagai situasi yang sulit atau
rumit. Ia selalu bersikap netral terhadap apa yang terjadi dan berupaya mencari
jalan keluar untuk menghindar dari aturan yang dianggap menyulitkan. Polanya
adalah ia mencoba tetap menyelaraskan antara atasan dan bawahan serta berupaya menghindari
terjadinya perubahan perencanaan. Pola yang tampak secara manajerial adalah ia suka
bersikap defensif. Misalnya ada kebijakan yang menyulitkan bawahan maka ia
mengatakan bahwa ia hanyalah menjalankan perintah dan kebijakan atasan. Tipe
ini tidak berarti buruk. Tipe deserter ini hanya berupaya menjaga keadaan
status-quo dan menghindar dari perubahan yang bersifat drastis atau “guncangan
dalam manajemen”.
2. Bureucratic
Pendekatan
gaya manajemen ini adalah prosedural, berdasarkan aturan, menerima secara tulus
adanya hirarki dan kewenangan, serta menggunakan komunikasi formal dalam
bersikap atau bertindak. Fungsi dan peran birokrasi akan sangat optimal pada
situasi kerja yang sistematik dan terstruktur dengan pola prosedur yang jelas,
meskipun hal tersebut dapat saja menjadi sebuah prosedur yang rumit. Namun bagi
orang dengan tipe ini, ia akan bersikap tenang dalam menghadapi sistem yang ada dan
akan berpegang teguh pada sistem yang ada tersebut secara konsisten. Namun demikian,
orang dengan tipe ini akan nampak seperti otokrat yang kaku dan membosankan
bagi orang-orang yang fleksibel.
3. Missionary
Pendekatan
gaya manajemen tipe ini adalah selalu berupaya mendorong situasi yang positif
dalam manajemen dengan memberikan kandungan sensitivitas, kepedulian, dan
hal-hal lain yang dianggap penting untuk meningkatkan kinerja melalui sentuhan
emosi atau perasaan. Gaya manajerial seperti ini berupaya menjaga orang lain,
termasuk bawahan, pada situasi yang bahagia dalam segala situasi. Perilaku
mendorong atau mengajak ini menunjukkan bagian penting dari gaya missionary.
Tipe ini termasuk kurang efektif karena gaya manajemen seperti ini kurang menyediakan
peluang konflik, berupaya tetap santun dalam bertindak, dan merasa kesulitan
untuk menolak atau berkata tidak kepada orang lain, padahal banyak sekali pekerjaan
yang membutuhkan ketegasan.
4. Developer
Pendekatan
gaya manajemen tipe ini adalah sisi efektif dari gaya missionary. Tujuan
dari gaya manajemen ini adalah bertindak secara profesional tanpa harus mengesampingkan
aspek emosional. Pada gaya ini, bawahan diberikan kesempatan untuk berkontribusi
dalam memberikan ide, pandangan, atau peran yang lebih untuk mengembangkan
potensinya. Selain itu, kebutuhan pengembangan para bawahanpun juga diperhatikan.
Orang dengan gaya ini selalu memiliki keyakinan yang tinggi kepada bawahan dan
percaya bahwa mereka akan bekerja dan menghasilkan pekerjaan secara baik. Oleh
karena itu, orang dengan gaya ini akan memandang para bawahan sebagai partner
dan bukan hanya sebatas “pembantu” dalam mengerjakan sesuatu (kolegial). Gaya
seperti ini juga sangat suka berbagi pengetahuan, keahlian, dan potensi dengan
para bawahan agar pengetahuan, keahlian, dan potensi bawahan tersebut dapat
dioptimalkan.
5. Autocratic
Pendekatan
gaya manajemen tipe ini adalah pendekatan pengendalian dan pengarahan. Gaya manajemen
seperti ini dianggap kurang efektif karena lebih memperhatikan produktivitas
dan hasil kerja bawahan semata. Orang dengan gaya ini akan memberikan tugas kepada
bawahan dengan cara memberikan instruksi dan mengawasinya secara ketat. Oleh
karena itu, segala bentuk kesalahan tidak bisa ditolerir dan segala bentuk
penyimpangan harus dihindari. Artinya, bawahan tidak boleh salah dalam
mengerjakan sesuatu. Masalah yang terkait dengan kebijakan adalah urusan atasan,
sementara masalah pelaksanaan pekerjaan adalah urusan bawahan. Gaya ini
meminimalisir komunikasi dan kalaupun ada komunikasi itupun hanya dibatasi pada
hal-hal yang diperlukan saja. Atasan seperti ini biasanya akan dianggap dingin oleh
bawahan, terutama bagi mereka yang membutuhkan dorongan, pengakuan, dan dukungan,
serta tidak hanya menjalankan tugas dan pekerjaan semata.
6. Benevolent Autocratic
Pendekatan
gaya manajemen tipe ini adalah pendekatan autocratic dengan memberikan sentuhan
komunikasi. Gaya dianggap efektih karena masih mengandalkan instruksi dan
intervensi namun menjadikan dirinya sebagai guru dalam pemberian tugas. Artinya,
ia tetap dapat memberikan instruksi namun tidak mengesampingkan komunikasi dengan
bawahan secara fleksibel. Pola yang dilakukan dalam gaya ini adalah tidak membiarkan
para bawahan untuk bekerja sendiri, memberikan kesempatan bawahan untuk
bertanya, dan membantu bawahan untuk meluruskan hal-hal yang dianggap salah
atau menyimpang. Dalam bekerja, ia juga sangat terstruktur dalam menentukan
target kerja, produktif dalam memberikan instruksi kerja, dan tidak ragu dalam memberikan
hukuman dengan tetap bersikap adil kepada bawahan. Orang dengan gaya seperti ini
dapat bekerjasama secara baik dengan semua orang lain namun sangat menghindari adanya
hubungan yang dekat secara personal dengan orang lain tersebut.
7. Compromiser
Pendekatan
gaya manajemen tipe ini adalah pendekatan dengan mengandalkan tugas-tugas dan
relasi yang seimbang. Gaya ini dianggap kurang efektif karena orang dengan gaya
ini akan kesulitan dalam mengintegrasikan antara tuntutan tugas dan hubungan/relasi
dengan orang lain. Orang dengan gaya ini akan merasa kebingungan antara
pengaturan tugas dan kebutuhan untuk berinteraksi. Dalam menghadapi tekanan, ia
cenderung berkompromi sehingga menimbulkan banyak menyimpang, seperti: target
waktu yang tidak kelar atau target tujuan yang tidak tercapai. Sensitivitas
terhadap hubungan dengan seseorang seringkali menjadi alasannya untuk mengubah tujuan
semula.
8. Executive
Pendekatan gaya manajemen tipe ini adalah pendekatan yang dianggap efektif karena dapat mengelola dengan baik antara tugas/pekerjaan dan hubungan dengan orang lain. Pendekatan ini adalah sisi efektif dari gaya compromiser. Pola yang dilakukan dalam gaya ini dapat mengintegrasikan antara tugas dan hubungan secara baik serta dapat mengelola dan memanfaatkan kedua aspek tersebut dengan sinergi yang optimal. Pendekatan model ini dapat dikatakan sebagai pendekatan konsultatif, interaktif, dan pemecah masalah. Pendekatan model ini juga dapat memanfaatkan eksplorasi terhadap berbagai sumber daya, keragaman informasi, dan pemanfaatan isu negatif menjadi dorongan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih optimal. Gaya ini melibatkan kerjasama tim dalam perencanaan dan pengambilan kesimpulan. Komunikasi kepada bawahan dilakukan secara intensif guna meningkatkan kualitas informasi untuk menjadikan keputusan yang diambil itu menjadi lebih baik. Selain itu, atasan dengan gaya seperti ini akan dianggap sebagai motivator bagi bawahan karena ia terbuka dengan berbagai hal, baik yang mendukung atau yang menentang, guna meraih komitmen bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar