
Salah satu tugas perkembangan pada usia remaja adalah pencarian identitas
diri, yang salah satu bentuknya adalah pencarian minat terhadap suatu
pekerjaan. Seringkali remaja dihadapkan pada banyak pilihan. Dengan banyaknya
pilihan tersebut, membuat remaja menjadi bingung dalam menentukan pilihan. Tak jarang, bagi remaja yang mempunyai sifat pengekor (follower),
akhirnya hanya mengikuti yang menjadi minat teman-teman sepermainan saja.
Padahal, pilihan dari kebanyakan temannya belum tentu sesuai dengan kemampuan
dan minat yang ada pada dirinya.
Selain teman, keluarga (orangtua) merupakan
faktor yang dominan untuk membimbing remaja untuk memilih pilihan yang bukan
atau tidak sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Dari hasil pengalaman, banyak
orangtua yang “menyarankan” (dibaca: memaksa) anaknya untuk mengikuti keinginan
mereka, dengan berbagai macam motivasi. Seperti misalnya, orangtua
“menyarankan” anaknya untuk masuk Fakultas Kedokteran untuk memenuhi keinginan
mereka yang tidak tercapai pada masa lalunya. Atau “menyarankan” anak untuk masuk jurusan IPA karena lulusan dari jurusan
IPA anaknya akan mempunyai banyak pilihan dalam mencari jurusan/fakultas di
universitas nanti. Bahkan ditemukan pula sekolah yang menganggap bahwa jurusan
IPA / eksakta lebih baik daripada jurusan IPS / sosial. Ironis, karena
seharusnya pihak pendidik memberikan informasi yang dapat membantu anak
didiknya sehingga mempunyai wawasan yang luas akan masa depannya.
Fenomena tersebut banyak terjadi pada masa remaja dan pada akhirnya, remaja
yang mengalami hal tersebut menjadi tertekan, karena banyak diantara mereka
menjalankan semuanya itu dengan terpaksa. Akibat lebih lanjut, banyak anak yang
kemudian berhenti kuliah ataupun menjadi stres dengan kuliah yang dihadapi.
Jika anak mengalami keadaan seperti itu, di satu sisi, ditemukan bahwa orangtua
baru merasa menyesal telah “menyarankan” anaknya untuk memenuhi keinginan
mereka. Namun di sisi lain, ada orangtua yang malah semakin menekan atupun
memojokkan anaknya, dengan alasan klasik bahwa mereka (orangtua) merasa anaknya
malas belajar.
Amat diyakini bahwa kejadian yang dialami oleh remaja seperti telah
diuraikan merupakan pengalaman yang tidak ingin dialami. Lalu, apa yang dapat
dilakukan untuk mencegah kejadian tersebut?
Sebenarnya, tiap anak mempunyai potensi untuk berkembang ke arah yang
positif. Masing-masing anak mempunyai potensi dan minat yang berbeda-beda, satu
sama lainnya. Mereka adalah pribadi yang unik. Namun, seringkali remaja,
orangtua, maupun pendidik, kurang menyadari potensi yang ada. Karena potensi yang
ada kurang disadari, maka remaja pun menjadi kurang dapat mengembangkan potensi
tersebut.
Dengan pemeriksaan psikologis (psikotes) peminatan, remaja dibantu untuk
menemukan minat dan kemampuan (bakat) mereka. Dari hasil psikotes peminatan
tersebut akan diketahui pula jenis pekerjaan yang sesuai dengan minat remaja
tersebut. Selain itu, akan diketahui pula tingkat kecerdasan (IQ), sehingga
remaja akan mengetahui kemampuan apa yang menonjol (berkembang) dan juga
kemampuan apa yang kurang berkembang atau menjadi titik lemah dalam meraih
prestasi belajar. Dari dua aspek tersebut akan dilihat apakah minat yang
dimiliki oleh remaja akan didukung dengan kemampuannya atau tidak.
Secara lebih mendalam, akan terlihat juga bagaimana kepribadian remaja dan
juga sikap kerjanya ketika berada dalam situasi kerja yang penuh dengan
tekanan. Kedua faktor ini menjadi faktor pelengkap dari minat dan kemampuan
anak. Dari aspek kepribadian, akan diketahui tentang bagaimana remaja dalam
merespon dalam suatu situasi. Sedangkan dari aspek sikap kerja, maka akan
terlihat bagaimana produktivitas, tanggungjawab, dan pengelolaan emosi remaja
ketika bekerja dalam situasi kerja yang penuh dengan tekanan.
Dalam pemeriksaan psikotes tersebut, penentuan saran Fakultas atau jenis
pekerjaan yang sesuai dengan remaja, adalah dengan cara melihat terlebih dahulu
minat anak. Kemudian, dilihat apakah minatnya tersebut didukung oleh kemampuan
dasar (intelektual) atau tidak. Sedangkan faktor kepribadian menjadi pelengkap
dari faktor minat dan bakat. Misal, dari hasil psikotes, diketahui bahwa seorang remaja mempunyai minat
untuk menjadi seorang arsitek, maka dirinya harus didukung oleh bakat (potensi)
pada bidang mekanik, hitung menghitung, kemampuan tiga dimensi, dan juga
kreativitas. Jika minatnya tersebut didukung oleh sebagian besar potensinya,
maka ia akan disarankan untuk masuk Fakultas Teknik Arsitektur. Sebaliknya,
jika minat remaja tersebut tidak didukung oleh sebagian kemampuan (bakat)nya,
maka ia takkan disarankan untuk masuk ke Fakultas Teknik Arsitektur.
Jadi dalam penentuan saran penjurusan, bukan didasarkan atas keinginan dari
remaja (apalagi keinginan orangtua), namun lebih didasarkan pada kesesuaian
antara minat dengan bakatnya (kemampuannya) yang terlihat dari hasil psikotes
tersebut. Ketika remaja sudah mendapatkan hasil psikotes, hendaknya hasil tersebut
dibaca dengan sungguh dan berkonsultasi kepada psikolog untuk mendapatkan
penjelasan yang lebih komprehensif tentang hasil psikotes tersebut, juga
termasuk ketika ada persoalan lain yang menyertai remaja dalam memilih jurusan.
(Sumber:
bethsaidahospitals.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar